Pemanfaatan energi pengganti batubara di Indonesia menjadi topik yang semakin hangat dibicarakan belakangan ini. Peluang dan tantangan dalam penggunaan energi alternatif tersebut menjadi perbincangan utama di kalangan pakar energi.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, “Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan energi terbarukan sebagai pengganti batubara. Namun, masih banyak tantangan yang harus dihadapi, seperti infrastruktur yang belum memadai dan kebijakan yang belum mendukung.”
Peluang untuk beralih ke energi pengganti batubara memang sangat besar. Salah satunya adalah potensi energi surya yang melimpah di Indonesia. Menurut data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), radiasi matahari di Indonesia mencapai 4,8 kWh/m2/hari, sehingga sangat memungkinkan untuk memanfaatkannya sebagai sumber energi.
Namun, tantangan dalam penggunaan energi pengganti batubara juga tidak bisa dianggap remeh. Menurut Tumiwa, “Masih ada masalah terkait keberlanjutan dan efisiensi energi terbarukan yang harus diatasi. Selain itu, biaya investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan energi alternatif juga cukup tinggi.”
Untuk mengatasi tantangan tersebut, diperlukan kerjasama antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk menciptakan kebijakan yang mendukung pengembangan energi pengganti batubara. Hal ini sejalan dengan visi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional hingga 23% pada tahun 2025.
Dengan adanya komitmen dan kerjasama yang kuat, peluang dan tantangan dalam penggunaan energi pengganti batubara di Indonesia dapat diatasi. Sehingga, Indonesia dapat menjadi negara yang lebih berkelanjutan dalam penggunaan energi dan turut berkontribusi dalam upaya mitigasi perubahan iklim global.